Makna Pengakuan Pacific Island Forum (PIF) pada Kedaulatan IndonesiaTim Kerja United Liberation Movement For West Papua (ULMWP)

LAPORAN PISS MARKAS BESAR TPNPB OPM SORONG SAMARAI Per 11 Oktober 2021 pagi jam 08,00 waktu Papua barat 

Makna Pengakuan Pacific Island Forum (PIF) pada Kedaulatan Indonesia
Tim Kerja United Liberation Movement For West Papua (ULMWP) 

                                             Foto istimewa 
TOTIO The TPNPB OPM News--Isi Pesannya Bahwa "Sebagai angggota PBB kami mengakui kedaulatan Indonesia atas West Papua, tetapi, PBB juga mengakui hak mereka (West Papua) untuk penentuan nasib sendiri dan pelanggaran Hak Asasi Manusia". Kata ketua mantan MSG Perdana Menteri Menasseh Sogavare, saat menanggapi reaksi Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia yang menolak intervensi Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum/PIF) terhadap persoalan West Papua.

Menanggapi Indonesia yang tidak ingin masalah HAM dibicarakan oleh PIF, Sogavare juga menyatakan: "Jika suatu negara anggota PBB melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap rakyatnya, itu bukan lagi urusan domestik negara itu, tetapi itu menjadi isu yang harus dibicarakan oleh PBB."
 
Pernyataan Menasseh Sogavare, yang juga ketua Melanesian Spearhead Group (MSG) merupakan jawaban bagi rakyat West Papua dan penguasa kolonial Indonesia atas 'polemik' hasil pertemuan PIF. 
Pernyataan seorang pemimpin Melanesia yang berhasil membawa masuk West Papua menjadi observer di MSG ini patut menjadi dasar penilaian kita dalam menyikapi hasil PIF.

Pertama, dasar pengakuan dan penghargaan PIF terhadap kedaulatan Indonesia atas Provinsi Papua (bukan bangsa Papua) merupakan bagian dari menjaga etika dan asas kemerdekaan, kedaulatan dan kesamaan derajat negara-negara agar hidup berdampingan secara damai.

Pengakuan itu tidak berarti menghilangkan komitmen negara-negara Melanesia dan Pasifik untuk menghargai dan memperjuangkan hak penentuan nasib sendiri sesuai piagam dan konvenan PBB, yang juga merupakan dasar keputusan komunike MSG di Noumea, 2013 lalu. 
Sesuai dengan itu pula, Menasseh Sogavareh dalam akhir tahun ini, atau awal tahun depan akan mengadakan pertemuan untuk membawa persoalan West Papua ke Komite 24 PBB (komite dekolonisasi PBB).

Kedua, keputusan pemimpin PIF untuk mengirim Tim Pencari Fakta ke West Papua bukanlah merupakan bentuk intervensi asing sebagaimana yang sedang disikapi oleh penguasa kolonial Indonesia. Tetapi, itu merupakan kewajiban bagi negara-negara anggota PBB, termasuk PIF yang merupakan organisasi regional PBB sesuai dengan konvenan PBB.

Bahwa penguasa kolonial Indonesia melalui hukum Indonesia maupun Komisi Nasional HAM (Komnas HAM) tidak berhasil memproteksi dan mengadili hampir semua kasus pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah West Papua yang diklaimnya sebagai bagian dari teritori Indonesia. 

Sudah seharusnya PBB dan organisasinya mengirim tim pencari fakta, sebab berbagai pertemuan dan hasil Komisi HAM PBB membuktikan temuan pelanggaran HAM yang terus terjadi di West Papua.
 
Ketiga, Para Pemimpin PIF dalam dua poin komunike itu juga menyepakati bahwa akan menyelesaian akar dari persoalan West Papua secara damai. Perdana Menteri PNG, Peter O'neill selaku Ketua PIF yang diberi tanggung jawab untuk berkonsultasi dengan Jakarta mengatakan itu merupakan langkah awal untuk melakukan banyak hal kedepan bersama Indonesia.

Peter O'neil sejak awal berhati-hati dan sangat diplomatis dalam menyikapi isu West Papua sebab, menurut saya, ia ingin Papua harus diselesaikan tanpa mengganggu stabilitas wilayah Pasifik. Ia mempertimbangkan watak brutalisme dari penguasa kolonial Indonesia yang selalu mengedepankan cara-cara militeristik dalam penyelesaian persoalan West Papua.

Keempat, Perjuangan bangsa Papua untuk menentukan nasibnya sendiri sudah menjadi perjuangan rakyat Melanesia dan Pasifik. Apapun keputusan dan kepentingan para politisi Melanesia dan Pasifik hal tersebut tidak akan menghilangkan dukungan dan desakan kuat dari rakyat Melanesia dan pasifik yang terus menguat dan bergelora.

Kelima komisi HAM PBB mengirimkan surat  mendesak kepada Indonesia membuka untuk kunjungan komisi HAM PBB kepada West Papua sampai saat ini  tapi Indonesia tidak menempati atau tanggapan surat dengan berbagai alasan bahwa pertama pemilihan presiden,kedua Covid-19 dan ketiga PON XX 2021 ketiga alasan menjadi menghalangi komisaris HAM PBB. 

Seluruh Rakyat Papua berdoa kepada tetangga negara PNG adalah salah satu pintu masuk mengunjungi Komisaris Tinggi HAM ke west papua barat melihat fakta pelanggaran HAM berat ini adalah  jalan yang tepat untuk penentuan nasib sendiri bagi bangsa papua sesuai dengan hasil keputusan para pemimpin forum Pasifik Island (PIF).
 Sesuai pidato Perdana Menteri PNG JAMES MARAPE pada sidang UNG.76  PBB tanggal 26 September 2021 menyampaikan untuk PBB mengadopsi keputusan PIF dapat mengunjungi melihat pelanggaran HAM berat yang terjadi bangsa Papua.

MENGETAHUI 
PANGLIMA TERTINGGI TENTARA PMEMBEBASAN NASIONAL PAPUA BARAT ORGANISASI PAPUA MERDEKA TPN-PB OPM SORONG SAMARAI

Brigjen Infanteri D.R.R DEMIANUS .M.YOGI ALIAS RIMBA RIBUT (RR)
Panglima Sorong Samarai
=====≠================

KOMANDAN OPERASI UMUM SORONG SAMARAI 
-Gusby Waker 
-Egianus Kogoya
Komandan operasi umum Sorong Samarai
======================

KEPALA STAP UMUM SORONG SAMARAI

-Dorteus Bonsavia 
-Goliat Naman Tabuni
Kepala STAP UMUM
=====================

MARKAS VIKTORIAL JUBIR TPNPB OPM SORONG SAMARAI
-Seby Sambom 
-Vullmember Alampa
JUBIR Awek media the TPNPB OPM News/  News info kom RR
======================

 KETUA  TPNPB OPM MARKAS VIKTORIA
JEFRY BOMANAK
Ketua TPNPB OPM Markas Viktoria
=====================

News Info kom RR/The TPNPB OPM News melaporkan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

satu jujur dan bertindak tegas sesuai hukum humaniter